Masjid Amr ibnul 'Ash setelah Amr bin al-Ash berhasil menguasai Mesir, Khalifah Umar bin Khattab memerintahkannya untuk menyediakan (membangun) sebuah tempat bagi kaum muslimin yang tidak dihalangi antara dirinya dan mereka baik oleh sungai atau lautan. Maka ia memilih Fusthath, salah satu sisi di kota Kairo yang sekarang ini dinamakan Hayyu Mishr Qadimah (kampung Mesir kuno), segera ia bermukim di tempat itu kemudian dinamakan Fusthath.
Amr membangun di tempat tersebut sebuah masjid untuk menegakkan syiar shalat Jum'at. Masjid itu dinamakan dengan namanya hingga sekarang. Dikenal pula dengan nama masjid al-Fath, masjid al-Atiq, dan Taj al-Jawami. Tentunya fungsi pertama kali dibangun masjid tersebut adalah sebagai pusat pemerintahan dan titik tolak atau benih dari gerakkan dakwah Islam di Mesir, dan itulah masjid pertama kali yang dibangun di benua Afrika!.
Setelah itu di sekeliling masjid dibangun kota Fusthath yang merupakan ibu kota pertama kali di Mesir. Tidak lama kemudian kota ini telah berkembang dan bertambah kuas setelah banyak kabilah Arab yang singgah dan bermukim di sana, sehingga kota ini menjadi kota baru yang merupakan pusat peradaban Mesir.
Sejarah Ringkas Masjid Amr
Luas Masjid pada saat di bangun adalah 50 hasta x 30 hasta. Masjid tersebut memiliki beberapa pintu, dan bertahan seperti itu hingga tahun 53 H atau 672 M, ketika Maslamah bin Mikhlad al-Anshari gubernur Mesir sebelum Mu'awiyah mengadakan perluasan dan menambahkan 4 tempat adzan (semacam menara). Selanjutnya proyek perluasan berlangsung dari pemimpin ke pemimpin berikutnya hingga luas masjid mencapai 24.000 hasta persegi. Saat ini luas bangunan mencapai 120x110 m2 atau sekitar 13.200 m2.
Shalahuddin al-Ayyubi dan masjid Amr
Pada tahun 564 H, di tengah-tengah berkecamuknya oerang salib yang menjajah negeri Islam, kaum muslimin merasa khawatir kalau pasukan salib berhasil menguasai kota Fusthath yang di dalamnya terdapat masjid Amr, maka seorang menteri yang tak berdaya menyulut api membakar kota dengan alasan tidak mampu.
Mempertahankannya dari penjajah, maka kota Fustath pun luluh lantak terbakar, begitu pula dengan masjid Amr bin al-Ash, setelah berkobarnya api selama 45 hari yang memberangus semua yang ada si Fusthath.
Tetapi syukurlah, pahlawan yang membebaskan negeri kaum muslimin Shalahuddin al-Ayyubi memulai kembali pembangunan masjid Amr setelah mengalami kebakaran hebat tersebut. Pada tahun 568 H telah diperbaiki sebagian besar bangunan masjid, ruang utama dan mihrab indah dibangun kembali dengan ditambah lapisan marmer dan ornamen (pahatan) indah diabadikan pula namanya pada pahatan tersebut.
Masa Dinasti Utsmaniyah
Pada tahun 1212 H, masa pemerintahan dinasti Utsmaniyah, bagian dalam masjid Amr bin al-Ash kembali dibangun oleh Sultan Murad Bek setelah masjid tersebut diruntuhkan karena tiang-tiangnya sudah miring, tapi sayangnya para pelaksana proyek bukanlah orang-orang yang pantas untuk menjalankan proyek besar semacam ini sehingga renovasi sultan Murad ini tidak teratur dan tidak kokoh. Sisi baiknya, renovasi masjid kali ini dilengkapi dengan 2 menara yang bertahan hingga sekarang.
Perbaikan pada masa Sultan Murad Bek ini berakhir pada hari Jumat minggu terakhir dari bulan Ramadhan. Maka acara peresmian pun diadakan dengan mengabadikan tanggal pembangunan pada papan-papan prasasti yang ditulis di atas pintu-pintu bagian barat masjid, juga di atas 2 mihrab yang besar dan mihrab kecil.
Setelah itu, perayaan besar menjadi tradisi masyarakat pada masjid ini yang diadakan pada hari Jumat terakhir dari bulan Ramadhan dengan cara shalatnya para raja dan pejabat di masjid.
Kejadian-kejadian Penting di Abad Modern
Masjid Amr bin al-Ash banyak menyaksikan peristiwa besar, di antaranya :
1. Gempa bumi berkekuatan dahsyat yang menghancurkan dan mengguncang seluruh wilayah Mesir pada hari Senin 15 Rabi'ul tsani 1413 H atau bertepatan dengan 12 Oktober 1992 M. Akibatnya beberapa tiang masjid dan dindingnya mengalami retak-retak. Lembaga Arkeologi Mesir kembali merenovasi masjid.
2. Runtuhnya tembok (pagar) masjid sepanjang 50 m, pada hari Jumat 13 Syawal 1414 H bertepatan 25 Maret 1994 M, setelah itu Lembaga Arkeologi Mesir kembali membangun pagar Khurasani setinggi 6 m di sekeliling masjid dan fasilitasnya.
3. Minggu, 5 Dzul Qo'dah 1416 H, bertepatan dengan 24 Maret 1996 M, sepanjang 150 m atap masjid di sebelah tenggara masjid runtuh di atas aula qiblat. Setelah itu aula tersebut dipugar kemudian dibangun ulang dengan mengoreksi kesalahan-kesalahan desain yang ada pada saat perbaikan masa Sultan Murad Bek.
Mahkamah dan Baitul Mal
Sebagian peneliti serta pemerhati masjid Amr bin al-Ash menunjukkan bahwa dalam masjid terdapat mahkamah (pengadilan) untuk memutuskan perselisihan baik sifatnya agama maupun perdata. Majelis mahkamah ini digelar si sebelah barat masjid.
Begitu pula dengan adanya baitul mal, seorang penjelajah ibn Rustuh menerangkan bahwa baitul mal tersebut terletak di dekat mimbar, bentuknya seperti kubah yang memiliki pintu-pintu besi. Mereka menilai bahwa baitul mal yang ada di masjid tersebut bukanlah baitul mal pusat yang khusus bagi negara, akan tetapi baitul mal yang ada merupakan baaitul mal anak-anak yatim.
Kajian dan Ceramah Ulama
Tidak lupa kami menunjukkan peran ilmu di masjid Amr bin Ash sepanjang masa. Cukuplah sebagai bukti kebanggaan kita bahwasanya Imam Syafi'i mengisi kajian di masjid ini, begitu pula dengan al-Laits bin Sa'ad, Abu Thahir al-Silafi, dan tidak ketinggalan al-Izz bin Abdissalam pernah berkhutbah di sini.
Begitu pula, cukup menjadi bukti kebanggaan kita, bahwa awal mula kajian yang diadakan di masjid Amr, yaitu pada tahun 326 H ada 33 halaqah, 15 diantaranya adalah untuk madzhab Syafi'i, 15 halaqah untuk madzhab Maliki, dan 3 halaqah untuk madzhab Hanafi. Kemudian jumlah tersebut meningkat menjadi 110 halaqah. Jika kita perkirakan di masing-masing halaqah ada 20 murid, maka tidak kurang dari 2000 an murid yang meramaikan semua halaqah taklim.
Bahkan di masjid tersebut juga mengadakan halaqah (kajian) untuk kaum ibu pada tahun 415 H, yang diasuh oleh salah seorang tokoh wanita paling kesohor pada masanya, yaitu Ummul Khoir al-Hijaziyah.
Kondisi Masjid Saat Ini
Masjid Amr bin Ash terbilang sebagai markaz ilmu pengetahuan, dakwah, dan pusat penerangan Islam, baik teori maupun praktek dari sela-sela kegiatan yang beragam yang diadakan di dalam masjid, baik di sekitar tiang-tiangnya, di mimbar, atau di kursi-kursi yang disediakan. Begitu pula melalui kegiatan sosial yang berhubungan langsung dengan kehidupan yang mengelilingi masjid, seperti lembaga pengajaran membaca, lembaga zakat, kelas intensif dan lainnya yang mendukung intensitas hubungan masjid dengan masyarakat sekitar.
1 Komentar untuk "Kisah MASJID PERTAMA di Benua Afrika"
Tess... Admin
Tolong komentarnya berhubungan dengan artikel yang ada. Komentar yang mengarah ke tindakan spam akan di hapus atau terjaring secara otomatis oleh spam filter.